sama seperti kalian (para wanita) yang harus menunaikan 8000 kata disetiap harinya, gue juga pengen bisa menunaikan hukum ituhari baru cerita barukalau telinga tertinggal di beberapa hari lalu, lalu bagaimana?atau (sengaja) meninggalkan diri
se-introvert apapun gue, menurut gue itu sunah
tapi ketika informasi itu tidak sampai kepada objek yang dituju
kemudian, itu menjadi salah siapa?
haruskah gue tetap menjalankan sunah itu? tetap berceloteh tanpa ampun
atau mengabaikannya? menahan diri dan diam hanya agar tak lagi sakit hati
postingan kali ini memang berhubungan dengan bagaimana seharusnya gue bersikap.
selama lebih dari 18 tahun ini gue ngawang, menjalani hidup yang ngalir aja kayak sungai yang tak beriak, gapunya tujuan sama sekali (apalagi visi-misi), mau aja disuruh ini-itu tanpa mikir, kayak buaya gede ditengah sungai yang dikira bongkahan kayu mati.
lalu kemudian gue diajak mikir. mikir tentang apapun. mulai dari yang berat sampe yang berat banget. dari yang sekedar mikir sampe yang memiliki dampak ke banyak orang.
bahkan ngga cuman mikir tapi juga gerak. gerak yang awalnya disuruh-suruh, sampe gerak yang inisiatif, dan akhirnya gerak yang menyuruh-nyuruh.
*maaf yaa kalo tata bahasanya ngaco dan pada ngga ngerti bacanya
yah inti dari lusinan kata gajelas diatas adalah : gue lagi dapet pressure dari sekeliling gue,
dan satu-satunya hal yang terpikirkan adalah : membagi pressure itu ke orang agar gue mendapat pencerahan.
tapi, yang terjadi adalah : gue terlalu pemilih--siapa yang menjadi para pendengar gue. (mungkin karena trauma mendapatkan pendengar yang pernah gue percayai, tapi tak memegang teguh kepercayaan itu dan meremuk mredamkannya seketika).
lalu kemudian yang gue lakukan adalah :
1. gak sabar untuk bercerita.dan ujung-ujungnya yang terjadi adalah : pembelajaran yang gue dapet stuck di gue. mati dan tak berkembang.
akibatnya adalah : semua kata rebutan buat tumpah ruah, akhirnya ngomong gapake ngerem dan gasempet disaring.
2. belajar dari kesalahan.
akibatnya adalah : mikir dulu sebelum ngomong, tapi apa yang dirasain gak kesampaian, akhirnya ttep aja ngga lega.
3. mencoba memperbaiki kesalahan.
akibatnya adalah : jadi takut bercerita. semua di keep sendirian seakan-akan kapasitas otak masih sekosong ruang kelas saat liburan.
*bahkan di titik ini pun gue masi gangerti apa yang mau gue omongin
sepertinya yang gue pikirkan adalah, bagaimana jika gue membutuhkan telinga-telinga itu dan mulut mereka tetap tak mau memberikan feed-back yang gue butuhkan dan malah membuat gue down.
dan akhirnya postingan ini tak juga membuat gue lega, padahal menelurkannya saja membutuhkan waktu berjam-jam lamanya :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar