Sabtu, 06 Februari 2016

#OneFilmADay(OrMore)

W : “but this girl is like, you know, beautiful. She’s different from the most of the girls i’ve been with.”

S : “so call her up, romeo”

W : “why? So i can realize she’s not that smart? That she’s fuckin’ boring? You know, i mean... this girl is like fuckin’ perfect right now. I dont wanna ruin that.”

S : “maybe you’re perfect right now. Maybe you don't wanna ruin that ...
You’re not perfect, sport. This girl you met, she isn’t perfect either. But the question is whether or not, you’re perfect for each other. That’s the whole deal. That’s what intimacy is all about.”
.
.
.

Beberapa hari yang lalu, gue menonton sebuah film berjudul Good Will Hunting yang diproduksi pada tahun 1997. 
FIlmnya dibuat dalam setting akademik yang bercerita mengenai seorang anak yang genius secara otodidak; namun memiliki masa lalu yang sedikit kelam.

Kali pertama menonton, gue langsung suka pake banget sama filmnya karena ada tokoh yang berperan sebagai seorang psikolog.
Gue tahu beliau menyalahi kode etik yang berlaku dalam praktiknya, namun ternyata proses yang dia lakukan cukup berhasil.
Gue jadi pengen seperti beliau yang dapat menentukan kapan harus melakukan apa dengan bijak.


Dan kadang gue jadi pengen seperti Will, yang akhirnya menyerah pada materi dan tuntutan sosial demi mengejar impiannya yang lain; impiannya yang lebih besar.


#OneFilmADay(OrMore)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar