Kamis, 25 Februari 2016

Jalan-es

Dari dulu, gue kira ice skating adalah salah satu permainan yang tidak akan pernah gue coba.
Selain karena gue ngga pernah belajar dan ngga bisa main sepatu roda (yah, sepatu roda dan ice skate nggak jauh beda, kan?); belajar jatuh di usia segini membuat gue malu.

But, thanks to Sid yang mensponsori kegiatan main bareng kali ini. Akhirnya gue pernah punya pengalaman main ice skating.

Ada beberapa hal yang gue pelajari dalam permainan ini.
Pertama, belajar untuk tidak takut malu. Dengan sedikit rasa nekat, gue berusaha untuk latihan berjalan tanpa pegangan tiang penyangga.
Dalam 5 menit pertama mencoba, gue jatuh.
Yang gue pikirkan saat itu adalah, "gausah malu lah, Lid! nggak ada juga yang bakalan ngetawain. semuanya pada sibuk menjaga keseimbangan diri masing-masing -.-"


Kedua, belajar untuk sabarSetelah pemikiran (sok) tegar diatas, akhirnya gue diajarkan untuk sabar dalam memahami pemainan ini. Gue kemudian berpikir, "jatuh adalah hal yang wajar dalam permainan ini! kalo nggak belajar jatuh, gimana gue mau belajar bangkit? belajar menjaga keseimbangan? iye gak?" B)
Padahal sih, pemikiran sok tegar itu muncul karena.... gue bahkan tidak bisa bertahan lebih dari 5 menit untuk tidak jatuh! Kalo tidak salah itung sih, dalam sejam main, gue bisa jatuh sampe 20 kali. 

Kemudian, setelah capek berjalan-patah-patah-ngalor-ngidul-sambil-jatuh-berdiri-sekian-puluh-kali, gue memberanikan diri untuk menghampiri seorang anak kecil yang dari awal ngiter-ngiter dengan santainya.
Dengan SKSD-nya, gue menyapa dan menahan malu buat minta diajarin cara jalan yang baik dan benar. Thanks to Valya, gadis berusia 9 tahun, yang baru belajar 10 kali tapi udah langsung jago banget, dan pada latihan pertamanya, dia cuman jatuh 1 kali doang!

Setelah diajarin sama dia, intensitas jatuh gue berkurang hingga 70% (data ini didapat dari hasil perkiraan semata haha :p). Sambil belajar jalan, kami mengobrol panjang lebar, dan jadinya berasa kayak udah kenal lama banget.

Yang gue senangi dari berbincang-bincang dengan orang baru adalah, kita tidak pernah tau apa yang akan kita pelajari saat itu.
Dari Valya, gue belajar bahwa tidak semua orang perlu di-suudzon-in. Valya adalah anak yang punya mimpi besar dan (sebenarnya) sangat ramah, tapi sayangnya dia anak yang pemalu jika disuruh menyapa teman-temannya.


Disini, dapat dilihat pentingnya pola asuh orang tua untuk perkembangan anak usia dini; yang tidak akan gue bahas (karena akan menghabiskan 1 buku psikologi perkembangan).



Setidak-tidaknya, dari permainan ini, gue dapet bekal kenalan baru, keberanian baru, dan pegal-pegal baru. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar