Senin, 29 September 2014

sebenarnya... (bukan) politik

Baru sekarang gue merasakan langsung dampak dari pencabutan hak asasi manusia!
Dan gue sadari bahwa fenomena ini terjadi di dekat gue, bahkan di skala yang cukup kecil daripada lapisan masyarakat Indonesia.

Gue menyadari bahwa, seorang pemimpin akan sangat mencerminkan iklim yang akan terbangun di dalam kelompok tersebut atau sekumpulan anggota yang dipimpinnya.

Tapi yang gue rasakan adalah, dimana seorang pemimpin memutuskan segala sesuatu tidak melihat kepada seluruh anggota yang memiliki keinginan ini itu untuk bergerak bebas dan berkembang, tidak mempertimbangkan kemauan kelompok; 
melainkan memutuskan segala sesuatu berdasarkan apakah dia (pemimpin) bisa atau tidak melakukannya, mau atau tidak melakukannya, lagi ingin atau tidak melakukannya.


Mungkin gue belum terlalu aware tentang masalah RUU Pilkada yang marak dibicarakan belakangan ini, karena gue belum kebayang apa dampak yang akan gue rasakan.
Tapi, jika memang rasa-nya akan sama dengan rasa sakit tidak bisa berpendapat, ya mungkin gue akan menentang keras pencabutan hak suara rakyat.

Kamu memilih untuk apa?

Setiap manusia pasti memilih.
Memilih untuk berjalan ke arah kanan atau kiri.
Memilih untuk senang atau membiarkan diri bersedih.

Memilih untuk tinggal dan tetap menjadi orang bodoh, atau memilih untuk bergerak, sakit, dan menjadi berani.
Semua pilihan ada konsekuensinya.

Pilihan bukan tentang mana yang baik atau buruk.
Karena sejatinya, baik dan buruk adalah soal persepsi.

Tapi pilihan adalah tentang mana yang sesuai atau tidak.
Sesuai untuk diri sendiri dan orang lain.
Sesuai untuk keadaan saat ini, dengan mempertimbangkan masa depan.


Mungkin pilihan bagi wanita adalah tentang bagaimana emosinya menang melawan semua teori yang ada di muka bumi ini.
Sedangkan bagi pria, menang adalah ketika logika tetap berjalan dan menekan rasa sehingga mereka tetap terlihat "jantan".


Siapa yang bisa disalahkan kalau begitu?
Memang sudah kodrat mereka bukan?

Tapi yang pasti, hanya keledai yang jatuh dilubang yang sama lebih dari sekali.
Kecuali mereka memilih untuk konsisten tanpa mempertimbangkan adanya fenomena yang disebut "proses pembelajaran"

proses tak pernah mulus

Perubahan memang butuh proses yang tentunya tidak singkat.
Kadangkala, proses tersebut bukannya merubah menjadi lebih baik, namun menjadi lebih buruk.

Seperti seseorang yang egois, kemudian belajar berbesar hati.
Namun setelah proses berbesar hati selama sekitar 2 tahun, ternyata sifat egoisnya sama sekali tidak hilang.

Hanya saja, belum ada moment yang pas untuk keluar.

Selasa, 23 September 2014

Alone vs Lonely

"Kita TAKUT menjadi orang yang independent!
Sendiri (alone).
Karena kita TAKUT merasa sendiri (lonely).

Tapi, kita baru akan menyadari bahwa kita tidak sendiri (lonely), 
ketika kita sedang sendiri (alone)."

Gravitasi di sebuah orbit

Sabtu lalu, gue terlibat pembicaraan menarik dengan seorang teman, Ipi.
Berhubung dia lekat dengan unsur-unsur planet dan bintang, maka kami secara tidak langsung menganalogikan apa yang kami perbincangkan dengan istilah yang sejenis.

Berawal dari fenomena yang sama-sama kami rasakan, kami menyimpulkan bahwa orbit yang kami lalui ini sedikit banyak sudah tidak cocok lagi.

Mungkin gravitasi yang dihasilkan dalam orbit ini kurang mampu menarik kami untuk bergerak di jalur yang tetap; 
atau bisa jadi ada gravitasi dari orbit lain yang lebih kuat dan sesuai.

Sebenarnya, masih banyak planet yang ber-orbit sama dengan kita, hanya saja kita tidak tahu karena kita tidak pernah berpapasan.

Tidak ada bukan berarti benar-benar tidak ada. 
Mungkin hanya belum ada.
Atau kita yang tidak tahu.

Senin, 22 September 2014

menerjang (sebelah) Bandung

gue udah gabung di Kelompok Kegiatan Technotainment (KK TNT), sejak dahulu kala. 
(boong deng, sejak awal masuk kuliah haha)

Minggu lalu, topik favorit yang paling sering gue obrolin adalah tentang TNT tercinta ini.
Sama siapapun, dimanapun, kapanpun.
Mungkin orang-orang sampe bosen kali ya dengernya haha :p

Terus akhirnya, Sabtu kemaren, gue beserta beberapa orang pergi ke Bandung buat hunting foto.
Janjiannya sore, tapi berhubung hujan dan ini itu, jadilah baru pada ngumpul setelah magrib.

captured by (mungkin) Seno

Kami mulai dari Taman Dago, lalu ke Taman Jomblo, Pasupati.
Disana rame sama anak-anak muda yang nongkrong nyambi main skateboard.
Pengen banget nyobain main skateboard, tapi gaberani.
Di rumah cuman bisa nyobain berseluncur seuprit di ruang tamu, soalnya gadibolehin main di luar ama empunya papan.
Jadilah cuman bisa mupeng ngeliatin para skater main.
*lalucurcol*

harusnya sih candid by Myra

Terus, kami lanjut ke Taman Film; sambil juga mupeng liat film anak Fikom Unpad yang lagi diputer. 
Gue cuman bisa ngebayangin kapan bisa menghasilkan film yang diapresiasi (seenggaknya oleh para krunya sendiri, kemudian baru sama penontonnya)

Nggak lama, kami lalu menyusuri perumahan dengan gang-gang kecil disana.
Semua ditempuh dengan berjalan kaki, sembari berkali-kali bikin macet karena berhenti mengambil gambar.


Tiba-tiba, kami udah keluar ke jalan Cihampelas dan memutuskan buat nyari makan di warung nasi goreng mawut.
Porsi nasi goreng ini, satunya setara dengan dua kali lipat porsi makan gue biasanya.
Tapi dengan sekuat hati dan kesungguhan jiwa, akhirnya dihabiskan juga, mengingat gue belum makan siang.
*keprokkeprok*

panning + monochrome :3

Abis makan, karena udah jam 10 malem, kami langsung pulang biar ngga kemaleman. (padahal emang udah ke-malem-an haha)
Travel yang gue naiki adalah travel terakhir, dan untungnya kami dapet tiket.
Sekitar sepuluh menit setelah mobilnya jalan, gue ketiduran dan (untungnya) kebangun waktu udah mau sampai.


6 Jam. Bandung. Jalan kaki.
Nggak kerasa seberapa capeknya, soalnya udah ketutup rasa seneng duluan. 

"menyentuh yang tak tersentuh"

Gue nggak pernah bosen bilang kalo gue senang memotret.
Memotret bagi gue adalah mengabadikan moment.
Karena dengan sebuah cetak biru, gue bisa kembali mengingat apa yang bisa gue ingat.
(Maklum, ingatan gue sangat payah, makanya butuh hal-hal kayak gini buat jadi trigger)

eskaesde buat pedekate

Oke, sudah tiga minggu lewat setelah gue memulai proyek keberanian gue.
Minggu kedua gue isi dengan SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) sama para Pramuda 2014.

Jadi ceritanya, sesuatu terjadi, dan gue kepepet.
Sebuah acara di kampus gue mengadakan opening, dan gue mengajak para maba buat ikutan dateng.
Berhubung mereka banyakan, dan gue cuman sendiri (berdua deng ama temen gue); jadilah gue yang (sok) kakak'an ini mencoba untuk pedekate ke adik-adik gue.

Dengan (sangat) ceria, gue mengajari mereka sebuah yel-yel, mengatur ini-itu, mengingatkan akan formasi dan membriefing mereka berkali-kali (memastikan tidak ada yang terlupa) (karena dengan berat hati gue tidak bisa menemani saat itu).

Saat itu gue panik haha
tapi meski nggak sesempurna seharusnya, setidaknya semuanya berjalan lancar dan tanpa hambatan berarti.
Bahkan saat akhirnya gue menyusul, adik-adik kelas gue yang tadi ijin pulang dengan wajah-wajah yang sumringah.

Semoga mereka memang mendapatkan sesuatu yang menyenangkan yaa. :)

Kamis, 18 September 2014

#OneFilmADay(OrMore)

Baru aja gue nonton sebuah film, yang katanya bagus. (Kata siapa? haha)

Ceritanya sejenis dengan film yang belum lama gue tonton, Divergent.
Tentang sebuah dunia yang diisolasi dan dibuat "seragam" dan setara hanya untuk menjunjung tinggi perdamaian dunia.



Menurut gue awalnya The Giver ini pastilah jalan ceritanya tertebak.
Dan memang, sudah gue duga intinya juga sama saja dengan film yang lain.


Tapi, ada yang berbeda dari konsep pembuatan film ini.
Sebagai mahasiswi psikologi yang belajar mengenai emosi, dan erat kaitannya dengan "rasa", gue tidak bisa memahami bagaimana jika seseorang memiliki jiwa yang datar-datar saja.
Hidupnya dikontrol dengan sebuah obat dimana menekan emosi agar tidak sampai terolah oleh otak belakang manusia.
Mereka melakukan segala sesuatu yang dikendalikan oleh sistem, dan mengikuti peraturan yang berlaku.

Menurut gue, film ini lebih smooth daripada Divergent.
Dimana memang mereka bukan tidak mau manusia merasakan "rasa", tapi karena mereka memang tidak tahu bahwa "rasa" itu ada.
Dan tentu mereka tidak tahu bagaimana rasanya memiliki "rasa" itu.

Gue paling trenyuh ketika endingnya melihat mereka menangis karena tidak siap menerima emosi yang baru mereka kenal.
Sama seperti gue ketika beberapa minggu lalu, merasakan emosi yang juga baru, dan sama tidak tahunya seperti mereka dalam hal merespon emosi tersebut.


Satu hal yang gue syukuri dari film adalah, gue mengenal apa itu emosi, bagaimana rasanya, dan bagaimana cara meresponnya.

Selamat menonton :)



#OneFilmADay(OrMore)

takdir (?)

bagi gue, kutipan ini benar adanya.
dan sampai sekarang, gue masih takjub bahwa Tuhan memiliki rencana yang begitu indah dan nyata, terutama bagi anak-anak-Nya.

sayang kalian ({})




tugas mata kuliah analisis eksistensial mengharuskan kami, mahasiswanya berani dalam mengungkapkan rasa.
ini postingan pertama dalam rangka merespon tugas tersebut.


ps: mohon dimaklumi beberapa postingan yang lalu kebawa menye karena euforia yang dirasakan bertahan hingga beberapa jam setelahnya.

pss : sekuelnya bisa dilihat disini  :)
Merasa menjadi lebih kuat sekaligus lebih lemah diwaktu yang bersamaan.

Selasa, 16 September 2014

#OneFilmADay(OrMore)

Gue pernah nonton beberapa film yang bagus menurut gue.
as usual genrenya adalah fantasy :D

film-film ini baru tayang 1 bulan terakhir.
misalnya X-Men, Tokarev, Lego Movie, Expendables 3, Spiderman, sama Divergent.

Gue menarik satu kesamaan dari film-film ini.
Konsep ceritanya berfokus pada dunia yang sudah mengandalkan teknologi, 

Sebenernya bagus banget menurut gue.
Dunia jadi termotivasi untuk menciptakan teknologi-teknologi yang semakin hari semakin canggih.
Menemukan hal-hal baru yang membuat dunia semakin kreatif.

Tapi, gue jadi agak takut.
Gue takut kalau dunia nantinya tidak bisa menghadapi perkembangan zaman yang sedemikian pesatnya.
Tidak bisa melampaui itu.
Dan hancur hanya karena kebodohan dunia yang sangat maruk. 


#OneFilmADay(OrMore)
ps : agak bingung tepat dikasih judul ini ato enggak haha :p

Atriusme (?)

kata orang gue altruisme. (btw, gue anggep itu pujian!)

tapi, kalian ngga pernah tahu kenapa gue kayak gini kan?
mungkin bener kata orang don't judge the book by it's cover.
dan gue ngerasa ngga ada yang bener-bener ngerti diri gue selain gue sendiri!


gue memang orang bodoh.
lugu udah jadi nama tengah gue.

terserah kalian mau nambahin embel-embel apa, ya judging kan keahlian semua orang :)
eh, hak semua orang deng.

tapi, gue sudah banyak dapet pengalaman pait yang bikin gue lebih siap menghadapi dunia haha (gaya bet!)

beberapa hal yang perlu kalian tahu sebelum ngejudge gue, gue tulus melakukan apa yang gue lakukan. 
gue berbasis rasa percaya saat melakukan apa yang gue lakukan.
percaya bahwa kita tidak seburuk itu dan masih bisa jadi lebih baik lagi.
berlandaskan rasa pengertian, bahwa tidak semua orang sama dan bisa disamakan.
jadi harus di perlakukan dengan cara berbeda, dan dengan pendekatan berbeda.

gue pernah berjalan.
mengikuti yang seharusnya dilakukan.

gue pernah berlari.
mengejar yang tertinggal. dan memperbaiki yang salah.

gue pernah bertahan.
menunggu yang tertinggal dan seharusnya tidak ditinggal. 

dan saat ini, gue masih mau bertahan.
karena gue punya hati yang tidak rela usaha gue berlari sejauh ini kandas ditengah jalan.
kalopun gue kalah, gue ingin tetap bisa mencapai garis finish.

setidaknya, gue berhasil mengalahkan diri gue sendiri.
mengalahkan ketakutan gue sendiri.
mengalahkan batas kemampuan gue sendiri.
melampaui batas dan mencapai sesuatu meski terlambat.

a tough day!

kemaren adalah hari yang berat.
sangat berat.

bahkan setelah tidur sekitar 8 jam pun rasanya masih sangat lelah!
fiuuuh.


dimulai ketika tempat katarsis gue berubah menjadi salah satu sumber stress.
kemudian gue merasakan dilemanya punya peran ganda, multi, tetra, okta apapun itu namanya.
lalu, gue merasa ditekan di tempat katarsis gue yang lain.

tapi, yah namanya juga pendewasaan diri.
pencapaian gue di hari kemarin adalah dimana gue bisa memenangkan diri sendiri, mengontrol diri dengan baik (bahkan sangat baik).

ada yang bilang, jika hari ini lu bisa melampaui batas kemampuan lu, sama artinya dengan lu menabung batas yang lebih tinggi di hari esok.
mungkin dulu gue sudah melampaui batas kemampuan gue berkali-kali, maka hari ini gue bisa mengatasi stress gue dengan baik.


memang susah dimengerti.
tapi memang tidak perlu dimengerti kok. :)

Senin, 15 September 2014

#OneFilmADay(OrMore)

Gue memang sudah menonton film seri ini beberapa kali, namun percakapan yang baru gue lakukan bersama Aul dan Uti membuat gue pengen nonton film ini lagi.


"Buku Harian Nayla".

Filmnya bertemakan Rohani Kristen, dimana bercerita tentang perjuangan seorang gadis yang melawan penyakit langka dan tidak ada obatnya.
Memang agak klise, namun film ini selalu bikin gue terenyuh waktu nonton adegan-adegannya.
Film ini juga mengajarkan gue untuk selalu bersyukur dan tidak boleh menyerah apapun masalah yang gue hadapi.

Buat kalian yang penasaran, silahkan di tonton. :)
Nggak akan nyesel sih nontonnya :)

#OneFilmADay(OrMore)

Minggu, 14 September 2014

kekuatan waktu

waktu membawa perubahan!
waktu membawa pergi rasa dan mendatangkan yang lain
waktu membiarkan rasa sakit menjadi terbiasa.

Sabtu, 13 September 2014

Dilahirkan untuk apa?

Beberapa hari ini, gue berpikir, "apa (lagi) yang harus gue lakukan?"
Pikiran singkat itu berkelana jauh ke masa lalu, dan seperti membuat daftar singkat apa yang sudah gue lakukan.

Gue sudah mencoba ini itu yang gue inginkan.
Yang tidak gue inginkan pun sudah gue coba.

Yang gue rasa cocok untuk gue, atau tidak.
Yang gue rasa akan gue senangi, atau sesali.

Beberapa memang hanya masih ada dipikir, dan belum dilakukan.
Tapi, melewatkannya toh tidak membuat dampak sedemikian besar.

Gue akhirnya berhenti di satu titik.
Daftar yang gue buat sudah banyak.
Namun, kenapa rasanya masih ada yang kurang?

Apakah gue salah jalan?
Jika sudah benar, apakah gue salah jalur?
Jika tidak, apa yang membuat gue merasa kurang?

Lama gue berpikir, apa lagi yang belum gue lakukan?
Apa lagi yang bisa memuaskan rasa penasaran ini?

Dan akhir dari pemikiran ini, membuat gue semakin bertambah bingung.

Jumat, 12 September 2014

S.O.R.R.Y

Merespon tugas selanjutnya yang diberikan pada saat kelas Analisis Eksistensial, saya akhirnya memberanikan diri untuk meminta maaf.

Teruntuk semua orang yang pernah tersakiti atas tingkah laku saya, baik disadari maupun tidak disadari.
Saya minta maaf.
Saya tau ini tidak cukup, tapi saya tetap ingin mengatakannya.

Saya minta maaf.

Kamis, 11 September 2014

:')


Lelah menangisi semua yang telah pergi.
Hari ini seperti disentil kembali, bahwa kini saatnya mengambil alih posisi mereka.

Semua akan datang dan pergi.
Dan sebelum pergi, apa yang bisa kamu lakukan?
Buat mereka merindumu setengah mati ketika kamu pergi nanti.

Caranya adalah dengan membuat mereka menyayangimu karena semua usaha yang kamu lakukan untuk mereka.
Memberi dengan tulus, dengan harap yang nanti bisa menjadi lebih baik dari yang dulu.

...

Merindumu, meremukkan tulangku.
Menantimu, membuang usiaku.
Mengharapmu, mematikan semangatku.
Menyayangimu, menghabiskan tenagaku.

Tapi, aku (pernah) sayang kamu.
Masih? entah!

di tempat yang sama

Aku disini, ditempat ini
Tempat yang sama dengan beberapa tahun silam
Memandang lurus kepojok sana.

Berharap bayangmu masih melekat, meski telah lama hilang.
Berharap wajahmu masih terpatri kuat di benakku, yang kini sudah ditutupi oleh awan-awan putih.

Aku tak ingat bagaimana bentuk senyummu.
Aku pun tak lagi ingat suara tawa renyahmu.
Yang kuingat hanya bagaimana hangatnya hampir setiap pertemuan kita.

LOVE LETTER

Aku menyukaimu.
Aku suka ketika kamu mengernyitkan muka, membuat 'muka jelek' hanya untuk membuatku tersenyum.
Aku senang ketika kamu memukul kepalaku tanda sayang.
Sembari mengelusnya perlahan.

Aku sayang kamu.
Kamu tahu apa yang harus dilakukan saat menghadapiku yang emosional ini.

Ketika aku sedang merasa sangat sedih, kamu membuatku merasa bodoh.
Bodoh, bersedih atas hal yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan.

Ketika aku sedang senang, kamu ikut tersenyum.
Mengalikan rasa senangku menjadi semakin membuncah.

Aku senang ada kamu disana.
Di tempat yang selalu sama, membuatku ingin berulang kali menghampiri.


***
Minggu lalu, aku menghadiri sebuah kelas analisis eksistensial, yang menyarankan seluruh pesertanya untuk lebih menghargai rasa sayang, dan mengungkapkannya melalui kata.

Kala itu, aku masih berpikir...
Sayang memang tidak perlu memiliki.
Kehadirannya cukup untuk dirasakan. Bentuknya cukup diberikan.
Asal saja aku tersenyum, mungkin itu cukup bagimu.

Namun, sebersit rasa sedih mulai muncul.
Tidak memilikimu, sama artinya membuang rasa sayang ini kesembarang arah.
Tidak perlu tahu tepat sasaran atau tidak, yang penting aku bisa memberikannya.

Tidak memilikimu, membuat hatiku sakit.
Bahwa aku hanya bisa memberi tanpa mendapat balasan sayangmu.

Tapi sudahlah, mungkin hanya karena rasa ini semu.
Aku tak berani meyakinkan diriku.
Apakah aku layak?

Kamis, 04 September 2014

New Project !!

Seorang kakak mengatakan bahwa gue (dan teman gue) harus lebih mengasihi diri sendiri 
(terlebih sebelum memutuskan untuk mengasihi orang lain)!

Teman gue akhirnya membuat proyek kesenangan.
Proyek dimana beliau melakukan hal-hal yang menyenangkan untuk memberi reward diri.


Gue sepertinya memutuskan untuk membuat proyek yang serupa tapi tak sama.
Proyek ini gue beri nama proyek keberanian.

Setiap minggu, gue akan melakukan satu hal berbeda diluar rutinitas gue, atau bahkan hal baru yang belum pernah gue lakukan sama sekali.
Mungkin dimulai hari ini, ketika gue memutuskan untuk mengiyakan ajakan Aul untuk menghadiri gathering sebuah komunitas yang baru bagi gue.

Di pertemuan hari ini, gue menemui sekumpulan manusia heterogen yang memiliki minat sama, yaitu blogging.
Agak lelah memang beradaptasi hanya dalam 2 jam, namun komunitas tersebut sangat terbuka dan menerima kehadiran kami, anggota baru.

Gue juga akhirnya bisa menyambangi Braga, yang baru pertama kali gue datangi, meski namanya sudah beratus kali gue dengar.


Semoga minggu depan ada tantangan baru yang bisa gue ceritakan :)

Rabu, 03 September 2014

...

- Pertengahan 2012 -

aku ingin menjadi seperti beliau!
aktif diberbagai kegiatan, bisa ini itu, kritis, tapi supel dan peduli.


- Pertengahan 2014 - 

mereka memang role model yang baik dan menginspirasi.
tapi, kenapa tidak memilih untuk menjadi lebih dari mereka?