"ya, jadi ada yang mau berpendapat?"
aku mengangkat tangan malu-malu.
"yak, siapa? nah ayo kamu coba, ngomong."
tentu saja dia tak melihat. aku pasti terlihat sangat konyol dengan posisi duduk yang menunduk, dan tangan yang setengah terangkat.
selalu seperti biasa. duduk paling belakang, dan hanya bisa megap-megap karena menahan malu ingin bicara.
"nah, tuh ada yang setuju nggak? ato ada yang mau ngasih pendapatnya lagi?"
aku pasrah. buat apa aku mencoba lagi, toh tak ada yang melihatku dengan jelas dari sana.
"ayo, Lid. ngomong dong, pengen ngomong kan lu? ayo dong, jangan mau jadi yang kedua."
suaranya membuatku tersentak. dia berbisik, hampir tak terdengar. tapi tetap saja membuatku kaget. tentu saja dia memperhatikan, kami duduk bersebelahan.
aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman kecil.
"ayo dong, jangan mau ditunjuk-tunjuk. jangan mau cuman jadi follower. jangan mau kalah sama yang lain"
"iya, siapa lagi yang mau ngomong? nah, yang dibelakang?"
aku mengangkat tanganku. yah, lebih tinggi dari usahaku pertama kali mengangkat tangan.
meskipun masih tergagap, tapi aku sudah bicara hari itu, setelah hampir kehilangan nafas karena fokus membenahi ucapanku.
"nah, gitu dong." dia masih berbisik, menyemangatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar