"kalau kamu nemu uang, apakah akan kamu biarkan saja tergeletak? atau langsung kamu ambil? Memang sih awalnya pasti ada rasa takut. Tapi trus mikir dulu kan pastinya 'kalau ini jatuh, berarti bukan rejeki orang itu, tapi rejeki saya'. Nah, kalau kamu nggak ambil, berarti akan jadi rejeki orang lain."
-Seorang kakak-
Malam ini seperti biasa gue ngelakuin aktivitas yang melelahkan, tapi gue bertahan sampai akhir, disaat yang lain sudah pada rontok. Di akhir kegiatan pun gue masih saja diajak berpikir; kening berkedut, telinga mendengar, mata melihat, namun pikiran tak di tempat.
Susah menahan diri untuk tetap terjaga. Godaan ingin pulang sangat besar, tapi masih dapat dikalahkan oleh rasa penasaran. Saat akhirnya gue menangkap aura yang gak enak; beberapa pasang mata mengintai dengan tak sabar. Saking tak sabarnya, pasang-pasang mata itu seakan berbicara mengirimkan sinyal-sinyal yang tertangkap otak.
Bahkan hingga sekarang gue masih merasakan rasa takut yang amat sangat. perut gue serasa dipenuhi kupu-kupu. otak gue seakan merasa semua mimpi. dada gue masih saja berdesir tak percaya.
Dan benar saja, sedetik setelah gue membayar rasa penasaran gue, episodic buffer gue masih saja berputar. Susah menyatukan semua yang terjadi dalam waktu kurang dari 2 jam. Banyak. Sangat banyak yang gue dapet. Sangat banyak pemikiran yang membuat central executive gue bekerja keras. Tapi hasilnya, adrenalin gue meningkat; entah karena efek kafein, hormon atau memang itu yang gue rasakan.
Apapun itu, sepertinya Tuhan mengabulkan impian konyol yang sering gue angan-angankan. Gue ingin menjadi seperti A, yang selalu mendapat perhatian mereka. Gue ingin seperti B, yang bisa melakukan hal seperti itu. Gue ingin seperti C, yang selalu mendapatkan kesempatan yang menurut gue sangat besar.
Masih satu, tapi Tuhan berbaik hati mendengarkan rengekan gue. Rengekan yang baru gue sadari berdampak besar bagi hidup gue.
Dalam perjalanan pulang, gue masih saja menanyakan hal-hal kecil yang dirasa konyol.
"Kenapa aku kak? Dan kenapa harus aku?"
teringat pertanyaan yang sama pernah gue lontarkan kepada seorang kakak
"kenapa baru sekarang kak?", tetapi dia udah gak bisa lagi menjawab seribu tanya apapun yang gue tujukan
Akhir jawabnya membuat gue tersenyum. Masih, dan sampai sekarang tetap.
Rasa heran dan tak percaya masih memenuhi benak gue.
"apa gue bisa?",
"apa gue mampu?",
"apa gue sanggup?"
Tapi seperti kata kalian, ketakutan yang membuat gue tertahan.
"... keberanian itu sebenarnya hanyalah keadaan ketika kita bisa mengalahkan rasa takut. dan gak akan ada kalau kamu nggak usaha ..."
-(Masih) Seorang kakak-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar