seminggu lalu, adik gue sedang sibuk-sibuknya belajar untuk menghadapi Ujian Nasional SMP. hampir setiap malam, gue dihubungi lewat BBM untuk membantu menyelesaikan beberapa soal yang tidak bisa dikerjakan, terutama matematika.
dia mengirimi gue foto-foto soalnya, dan gue akan mengirim balik memo berisi cara pengerjaan beserta jawabannya.
tujuannya adalah agar nantinya, ketika dia dihadapkan pada soal serupa, dia tidak lagi menanyakan hal yang sama, namun sebagai gantinya, dia sudah akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya.
harapan gue sih gitu awalnya, tapi sepertinya sedikit susah jika mindset dia adalah ingin menerima jawaban dengan instan. alasannya sih, karena masih banyak yang harus dipelajari daripada repot-repot menghafal cara pengerjaan 1 soal saja.
disitu, gue sedikit kesal. karena dia tidak mengerti maksud yang ingin gue sampaikan.
lalu, beberapa hari kemudian, terjadi sedikit tanya-jawab di kelas.
seorang teman menanyakan tentang "A", dan dosen menjawab sebanyak hampir 10 menit, setelah berputar-putar menjelaskan dari B, C, D, kemudian kembali ke A.
lalu ada seorang teman lain yang nyeletuk (dengan pelan tentunya), "kenapa jelasinnya muter-muter, sih. bilang aja langsung jawabannya apa!"
seketika gue langsung teringat kejadian dengan adik gue.
gue jadi tahu betapa kesalnya adik gue ketika disuruh belajar rumus, ketika yang ingin dia ketahui hanyalah jawabannya.
dan gue jadi mengerti bagaimana rasanya menjadi pengajar yang menghormati "proses" dan bukan "hasil". mementingkan seberapa banyaknya mahasiswa meng-explore, dan bukan tepat atau tidaknya jawaban mereka.
yaa, sebagai mahasiswa psikologi, tentunya pasti sangat mengenal konsep "kalo mau belajar, ya jangan melulu minta disuapin."
dari sini, gue belajar satu hal.
kalo lu maunya di suapin, ya no wonder adek-adek lu juga maunya disuapin!
itu kan yang namanya role model,?!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar