Beberapa hari yang lalu, gue dan teman-teman dari divisi pemerhati di pengurus pemuda gereja gue memutuskan untuk kongkow bareng. Kongkow pertama setelah 2 tahun menjabat. Akhirnyaa :')
Berbekal janjian dadakan, kami memutuskan untuk jalan di hari itu juga dan nonton film. Tadaaa~
Gue ngga akan cerita tentang kongkow kami tempo hari. Tapi gue mau ngereview film yang kami tonton waktu itu.
ALONG WITH THE GODS : THE TWO WORLDS
Gue ngga pernah membayangkan skenario yang semenarik dan seunik
ini untuk menggambarkan sebuah perjalanan penghakiman setelah meninggal.
Setiap bagian neraka penghakiman digambarkan dengan ciri-ciri dan unsur bumi yang berbeda-beda. Mulai dari api, air, tanah, hutan, bahkan juga es.
Wondering, ada beberapa tokoh dewa/dewi yang menurut gue cukup
pas diperankan oleh yang bersangkutan. Tapi, apakah sebenarnya ada unsur tersembunyi (atau
semacam subliminal message yang ingin disampaikan oleh sang sutradara) saat memilih jenis neraka dan memasangkannya dengan masing-masing karakter dewa/dewi?
Bedanya film asia dengan film barat menurut gue adalah
backsound yang unik dan sederhana.
Seinget gue (kalo ngga salah ingat loh ya), backsound dalam film ini semuanya
instrumental. Tidak ada lagu yang diputar dengan liriknya. Hanya lantunan alat
musik petik yang menyayat hati di bagian-bagian tertentu. Yang turut memperkuat
rasa dan emosi dalam tiap adegan.
Alur ceritanya menarik. Banyak unsur komedi yang dimasukkan
sebagai penyeimbang (bahkan ditengah adegan yang sedih). Menurut gue, directornya
ngga mau kita bersedih lama-lama gengs. Ingat, "Mari kita tidak usah
membuang air mata baru untuk yang lama!" (Soo-Hong)
Pengambilan gambarnya juga menarik, dan beatnya juga ngga
monoton. Memastikan setiap penonton untuk tetap keep up sama setiap adegan,
karena kalo meleng sedikit pasti bakalan kehilangan detil momen yang berharga.
Gue suka cara mereka memasukkan unsur-unsur lain ke dalam
film, sehingga film ini sangat kaya. Bahkan ada adegan ala-ala assassin creednya
segala, dan macam the lord of the rings juga, sama inception jugaak. Pas
bagian kejar-kejaran setan pendendam, macam main ice skating, tapi juga punya
kekuatan buat bikin ruang dan waktu sendiri, kayak doctor strange.
Adegan favorit adalah setiap ketua geng malaikat mautnya (Gang-Rim) melewati ruang dan waktu saat sedang melakukan investigasi. Dengan teknik
perpindahan ruang yang sebenarnya dekat dengan keseharian kita, tapi tak
terpikirkan. Time lapse! Super cool!
Penggambaran akan setan-setan di atas sana juga ngga kuno,
tapi tetap membumi. Seakan-akan ingin berkata bahwa bumi tak terpisahkan dari
neraka.
Di balik sisi sinematografinya, pesan yang ingin disampaikan
juga menarik. Setiap orang pasti akan menangkap pesan yang berbeda sesuai isu
diri masing-masing.
Buat gue, langsung deh terlintas kalimat klise yang sering jadi
nasihat, "katakan sebelum terlambat!".
Yang menarik adalah, bagaimana sang script writer dapat
memutarbalikkan fakta yang terlihat pahit, lalu bisa membuatnya menjadi
sedemikian rupa. Ah, apa ya namanya. Menyedihkan, mengenaskan. Yang membuat hangat... Tidak selalu
benar, tapi sangat mengundang simpati orang. Dan directornya oke karena bisa
mengemas adegan-adegan sesuai dengan timing yang tepat.
Setiap hal memang dapat dilihat dari dua sudut pandang
yang berbeda. Hanya tinggal kita yang memilih, mau percaya apa yang kita lihat
kasat mata, atau mau berusaha mengerti apa alasan dibalik yang orang lakukan.
Semacam white lie. Semua tidak bisa dipandang hanya hitam
dan putih. Ada kemungkinan abu-abu tua, abu-abu muda, cream, putih kecoklatan,
dan banyak lagi gradasi warnanya untuk memutuskan seseorang bersalah atau
tidak.
Ah tapikan kita manusia biasa, yang tak layak menghakimi orang lain.
Bahkan para jaksa penuntut saja akhirnya luluh atas ketulusan. Dan menyadari, meskipun tugas
mereka adalah memastikan orang yang bersalah tidak lepas dari hukuman, tapi
mereka masih tau batas kemanusiaan yang layak diberikan. Bahwa pengampunan itu nyata adanya. (Miris ya. Agak sedikit berbeda sama yang terjadi di dunia ini... )
Sebelum menonton, aku men-challenge diriku untuk tidak menangis. Tapi ternyata
gagal, meski hanya setetes dua tetes dan di adegan-adegan terakhir. Aku tak mau
memberi challenge yang sama pada orang lain, karena setiap orang punya caranya
sendiri memaknai film ini. 😉
Kamu tidak sendiri. :)
#OneFilmADay(OrMore)


Wadaw
BalasHapus