Jumat, 12 Januari 2018

A bitter truth

Beberapa hari yang lalu, gue dan teman-teman dari divisi pemerhati di pengurus pemuda gereja gue memutuskan untuk kongkow bareng. Kongkow pertama setelah 2 tahun menjabat. Akhirnyaa :')

Berbekal janjian dadakan, kami memutuskan untuk jalan di hari itu juga dan nonton film. Tadaaa~


Gue ngga akan cerita tentang kongkow kami tempo hari. Tapi gue mau ngereview film yang kami tonton waktu itu. 

ALONG WITH THE GODS : THE TWO WORLDS 

Gue ngga pernah membayangkan skenario yang semenarik dan seunik ini untuk menggambarkan sebuah perjalanan penghakiman setelah meninggal.

Setiap bagian neraka penghakiman digambarkan dengan ciri-ciri dan unsur bumi yang berbeda-beda. Mulai dari api, air, tanah, hutan, bahkan juga es.

Wondering, ada beberapa tokoh dewa/dewi yang menurut gue cukup pas diperankan oleh yang bersangkutan. Tapi, apakah sebenarnya ada unsur tersembunyi (atau semacam subliminal message yang ingin disampaikan oleh sang sutradara) saat memilih jenis neraka dan memasangkannya dengan masing-masing karakter dewa/dewi?


Bedanya film asia dengan film barat menurut gue adalah backsound yang unik dan  sederhana. Seinget gue (kalo ngga salah ingat loh ya), backsound dalam film ini semuanya instrumental. Tidak ada lagu yang diputar dengan liriknya. Hanya lantunan alat musik petik yang menyayat hati di bagian-bagian tertentu. Yang turut memperkuat rasa dan emosi dalam tiap adegan.

Alur ceritanya menarik. Banyak unsur komedi yang dimasukkan sebagai penyeimbang (bahkan ditengah adegan yang sedih). Menurut gue, directornya ngga mau kita bersedih lama-lama gengs. Ingat, "Mari kita tidak usah membuang air mata baru untuk yang lama!" (Soo-Hong)

Pengambilan gambarnya juga menarik, dan beatnya juga ngga monoton. Memastikan setiap penonton untuk tetap keep up sama setiap adegan, karena kalo meleng sedikit pasti bakalan kehilangan detil momen yang berharga.


Gue suka cara mereka memasukkan unsur-unsur lain ke dalam film, sehingga film ini sangat kaya. Bahkan ada adegan ala-ala assassin creednya segala, dan macam the lord of the rings juga, sama inception jugaak. Pas bagian kejar-kejaran setan pendendam, macam main ice skating, tapi juga punya kekuatan buat bikin ruang dan waktu sendiri, kayak doctor strange.

Adegan favorit adalah setiap ketua geng malaikat mautnya (Gang-Rim) melewati ruang dan waktu saat sedang melakukan investigasi. Dengan teknik perpindahan ruang yang sebenarnya dekat dengan keseharian kita, tapi tak terpikirkan. Time lapse! Super cool!

Penggambaran akan setan-setan di atas sana juga ngga kuno, tapi tetap membumi. Seakan-akan ingin berkata bahwa bumi tak terpisahkan dari neraka.


Di balik sisi sinematografinya, pesan yang ingin disampaikan juga menarik. Setiap orang pasti akan menangkap pesan yang berbeda sesuai isu diri masing-masing.

Buat gue, langsung deh terlintas kalimat klise yang sering jadi nasihat, "katakan sebelum terlambat!".

Yang menarik adalah, bagaimana sang script writer dapat memutarbalikkan fakta yang terlihat pahit, lalu bisa membuatnya menjadi sedemikian rupa. Ah, apa ya namanya. Menyedihkan, mengenaskan. Yang membuat hangat... Tidak selalu benar, tapi sangat mengundang simpati orang. Dan directornya oke karena bisa mengemas adegan-adegan sesuai dengan timing yang tepat.


Setiap hal memang dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda. Hanya tinggal kita yang memilih, mau percaya apa yang kita lihat kasat mata, atau mau berusaha mengerti apa alasan dibalik yang orang lakukan.

Semacam white lie. Semua tidak bisa dipandang hanya hitam dan putih. Ada kemungkinan abu-abu tua, abu-abu muda, cream, putih kecoklatan, dan banyak lagi gradasi warnanya untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak. 

Ah tapikan kita manusia biasa, yang tak layak menghakimi orang lain. Bahkan para jaksa penuntut saja akhirnya luluh atas ketulusan. Dan menyadari, meskipun tugas mereka adalah memastikan orang yang bersalah tidak lepas dari hukuman, tapi mereka masih tau batas kemanusiaan yang layak diberikan. Bahwa pengampunan itu nyata adanya. (Miris ya. Agak sedikit berbeda sama yang terjadi di dunia ini... )


Sebelum menonton, aku men-challenge diriku untuk tidak menangis. Tapi ternyata gagal, meski hanya setetes dua tetes dan di adegan-adegan terakhir. Aku tak mau memberi challenge yang sama pada orang lain, karena setiap orang punya caranya sendiri memaknai film ini. 😉


Selamat menonton!
Jangan malu ketika akhirnya menangis, ya ðŸ˜‰
Kamu tidak sendiri. :)




#OneFilmADay(OrMore)

1 komentar: