Rabu, 17 Agustus 2016

rindu-merindu


Kenapa sih susah banget mau move on dari tempat ini?
.
Memang. Bagi sebagian orang, tempat ini memang cukup berharga.
.
Sepertinya hanya aku yang tidak bisa move on dari tempat ini.
.
Kalau masih sayang, kenapa harus dilupakan?
Move on kan tidak berarti juga lupa.

.
.
.

Bagaimana rasanya merindu?
Rasanya tentu saja tidak enak.
Rasanyaaa... 
tidak ingin dirasakan.

Tapi,
bagaimana rasanya tahu sedang dirindukan?
Rasanya tentu saja menyenangkan.
Rasanyaaa...
seperti sangat berarti.


Selasa, 16 Agustus 2016

Jerawat Rindu by Anji
source : YouTube


"Q : how do you know you are in love?
A : Every music are make sense"
- Castle - 

"17 | 71"

Sekarang ini di museum nasional, lagi ada pameran lukisan dari koleksi istana negara. 
Lukisan ini kebanyakan dikoleksi oleh Pak Soekarno saat masih menjabat sebagai Presiden Indonesia dahulu kala.


Ada beberapa lukisan yang gue suka.
Lukisan pertama bernuansa hitam. Menunjukkan suasana Malang malam hari.
Deep. Dark. Bold. Apapun itu.
Rasanya Malang memang setegas itu ketimbang beberapa lukisan lain yang warnanya lebih sendu. 


Kemudian ada lukisan yang rasanya lebih proporsional ketimbang beberapa lukisan lain.
Gue suka karena orang-orangnya dilukis dengan konsep semacam baby doll gitu, jadi semua orangnya dibikin macam boneka-boneka kecil yang seukuran. 


Setelah melihat secara keseluruhan, gue rasa ciri khasnya pelukis Indonesia jaman dulu lebih suka melukis realism dengan kuas ukuran besar. Juga melukis dengan warna-warna yang lebih tegas dan saling membentuk garis menabrak.


Sedang pelukis luar, sepertinya lebih detil dengan kuas ukuran kecil, dan warna-warna yang saling membaur sehingga terkesan lebih pastel dan lembut. 


Ada sebuah lukisan yang menggunakan Pak Soekarno sendiri sebagai model untuk melengkapi bagian gambar lukisannya. Sayangnya lukisan ini sudah rusak dan patah dibagian ujung kanannya, sehingga lukisan ini dibuat ulang untuk tetap mengabadikan momen tersebut. 


Kebanyakan lukisan yang dipamerkan berbicara mengenai kehidupan saat peperangan berlangsung. Seperti lukisan di bawah ini, yang kalau tidak salah juga merupakan lukisan ulang (atau mungkin terinspirasi) dari lukisan lain yang mirip-mirip. 


Lukisan di bawah ini rasanya lebih damai. Lebih sejuk. Lebih lega.
Warnanya lebih lembut dan tidak terkesan dipaksakan. Lebih bersih rasanya.
Lebih hangat karena saturasinya sedikit lebih tinggi.

Saat melihat lukisan ini, gue merasa sedang berada di kampung halaman saat senja mulai turun ke ufuk barat.
Tak terasa lagi kesan peperangan yang harus diperjuangkan.
Yang tersisa adalah kehidupan yang tenang dan tentram.
Sehingga mereka tak perlu lagi terburu-buru menikmati senja. 


Ah, sudahlah.
Lagipula, semua lukisan dibuat untuk dinikmati dengan indra penglihat, bukannya mulut, atau jari dalam konteks blog.

 Banyak hal yang luput dari perhatian gue dalam setiap lukisan. 
Gue kurang pintar menilai dan membahasakan apa yang gue pikirkan.

Tapi mungkin, jika ingin merasa apa yang gue rasa,
baiknya datang dan hadir ketempat yang gue hadiri.

Karena ...

"Kadang, kita (hanya) melihat apa yang ingin kita lihat"


ps : sorry for bad quality pictures. 
taken with low lighting, and low quality camera.

FINE and FUN

Fine dining adalah (noun)UK/ˌfaɪn ˈdaɪ.nɪŋ/US /ˌfaɪn ˈdaɪ.nɪŋ/ a style of eating that usually takes place in expensive restaurants, where especially good food is served to people, often in a formal way.-dictionary.cambridge.org-


Fine dining adalah sebuah konsep dimana makan malam disajikan dengan cara yang formal, dengan lebih teratur dengan tata cara makan yang banyak.

Menurut gue, itu melelahkan. Heu~
Makan dengan alat makan yang berbeda untuk tipe makanan yang berbeda.
Dengan tata cara yang sangat ketat, dan hal-hal lain yang repot untuk dihafalkan.
Mungkin itu salah satu alasan kenapa gue rasa gue tidak ingin mencoba fine dining.


Lalu, pada sebuah kesempatan, gue datang ke sebuah tempat makan yang masih belum beroperasi, di daerah Kemang
Namanya Nusa.
Sangat Indonesia.
Akan launching soft opening pada tanggal 17 Agustus 2016.


Tempatnya tertutup, nyaman, dan terkesan hangat.
Nuansa putih, hitam, coklat, dan kuning emas memenuhi seluruh penjuru ruangan.
Sederhana.
Unik.

Yang gue suka, tempat itu punya cerita.
Semua perabotnya berasal dari koleksi sebuah rumah di zaman 90-an.
Peralatan makannya (dan masaknya) didatangkan langsung dari berbagai daerah pengrajin di Indonesia.
Kursi, meja, lemari, sendok. Semua.

Menu makanan yang disajikan berasal dari ulikan sang Chef sendiri.
Dengan bahan makanan yang dibeli di seluruh penjuru Indonesia.

Yang menyenangkan, 
setiap kali makanan disajikan, pramusaji akan menambahkan cerita mengenai deskripsi singkat makanan, beserta asal bahan makanan tersebut. 

Gue menyimak dengan baik cerita dari mas-masnya, meski sesaat setelahnya langsung lupa apa katanya.

Selain itu, gue mendapat kesempatan ekstra untuk ikut tur keliling tempat itu.
Ada taman untuk makan lebih santai. Ada ruang tunggu. Ada gudang sebagai tempat fermentasi. Bahkan ada ruang bawah tanah juga! 
Bayangkan, dimana lagi di Indonesia ini rumah yang memiliki akses ke bawah tanah!
Well, mungkin ada. Tapi gue sih belum pernah lihat. Haha  




  

Namanya kecombrang
Desertnya ada gelato pandan, bubur, olahan ubi kuning dan ungu, juga kripik ubi
Gue merasa semua makanan yang disajikan ramah lidah orang Indonesia.
Meski nggak semua makanan gue foto, tapi rasa senangnya masih nyisa di memori gue. :) 



"If you want to make a friend, go to someone's house and eat with him.
The people who give you their food give you their heart."
- Cesar Chavez -

Selasa, 09 Agustus 2016

Saat ditinggal pergi

Gue gabisa masak...
.
.
"Halo nak, udah mandi? ... Kok belum? ... Iya, mandi dulu ya nak. Ibu pulang bawa kue. ... Iya, daah"
.
.
.

Percakapan serupa di atas beberapa kali gue dapati pada seorang ibu (yang juga seorang wanita karir) pada anaknya di telpon saat sedang berada di atas KRL commuter line mengarah pulang. 


Mendengar percakapan itu, gue jadi senyum-senyum sendiri di atas krl.
Selama seminggu, mama gue pergi ke luar kota untuk menghadiri pernikahan keponakannya, yang adalah sepupu gue. (Congrats Bang, anw...)

Karena itu, akhirnya tanggung jawab mengurus rumah secara tidak langsung diserahkan kepada gue. Mengurusi makan pagi, siang, dan malam untuk adik-adik gue. Mencuci piring, baju, menyetrika dan beberes rumah. Menemani adik gue belajar dan membantu mereka mengerjakan tugas. Ditambah lagi tugas gue sendiri yang sebenarnya belum sebegitu banyak sih.

Dengan bekal kemampuan mengurus rumah yang apa adanya, gue menjadi kapten selama seminggu.
Mengatur waktu dengan sedemikian efektif.
Membagi tugas dengan cukup tepat sasaran.

Makanan olahan siap masak gue pernah gosong.
Gue juga sering kena minyak panas, bahkan sampe masuk-masuk ke mata.
Gue (berusaha) bangun pagi, dan tidur paling malam.
Gue berusaha memastikan semua baik-baik saja sebelum seisi rumah pergi tidur. 
.
.
.
Gue gabisa masak.
Dan masih gabisa masak.
Tapi rasanya, gue jadi lebih tough dalam mengurus rumah.
Rasanya...

ps : Dan gue berhasil memasak telor dengan variasi baru! B)