Bagi gue, pemilihan sebuah judul
sangat berpengaruh kepada minat nonton masyarakat Indonesia. Emang sih banyak
hal lain yang menjadi pertimbangan buat memilih film, seperti siapa
director-nya, cast-nya, genre, kemudian barulah sinopsis.
Tapi selain itu, judul juga penting!
Pertama kali ngeliat trailer film
‘Dibalik 98’, gue merasa tergugah melihat perjuangan seorang mahasiswi dalam
menuntut apa yang menurutnya benar. Rasa penasaran gue memuncak setelah melihat
judul filmnya.
Bagi masyarakat awam, judul tersebut seperti menyimpan banyak
misteri dibalik sebuah perjuangan yang nyata. Dan dibalik sebuah rahasia pasti
ada kebenaran atau ketidakadilan. Maka, sebelum filmnya di-banned, gue sangat
ingin menonton filmnya.
Fyi, sebagian besar Januari gue
dihabiskan dengan KKN di Ciamis dengan kehidupan yang sedikit lebih terbatas,
terutama internet. Maka sepertinya akan sangat susah bagi gue buat nonton di
bioskop. Tapi akhirnya Minggu kemaren, kami (gue dan temen-temen gue), pergi ke
sebuah mall di daerah Tasik, dan akhirnya kesampaian juga buat menyambangi
bioskop dan melunturkan hasrat menonton disana.
Dari segi sinematografi, gue
menganggap filmnya lumayan bagus, dengan sound
effect yang berdentum dengan pas (apa karena efek suara bioskop, yak?
haha). Pengambilan gambarnya pun tidak monoton, mereka mencoba mengambil gambar
menggunakan ketinggian kamera yang rata-rata dada, sehingga tidak melulu detail
muka yang terlihat; tapi tetap jelas terungkap moment yang ingin disampaikan.
Meski ada beberapa transisi yang agak patah dan sedikit mengganggu, tapi secara
keseluruhan, film ini bagus.
Hanya, menurut gue, gue merasa
kecewa dan dibodohi. Ketika yang gue terima tidak seperti yang gue harap gue
terima. Seperti yang tadi gue sudah sebut diatas, awalnya gue sangat
menggebu-gebu ingin menonton. Tapi setelah keluar, gue merasa lemas. Ternyata
film yang gue tonton hanyalah film fiksi yang mengangkat tema romance, dan family. Gue merasa tidak sepenuhnya mendapatkan semangat ‘98 yang
dijanjikan di trailer. Dan tidak ada misteri dibalik judul yang diberikan.
Semacam membeli sebungkus angin dengan label kacang telur.
Mungkin pembelajaran buat gue, lain kali, jangan ingin
buru-buru nonton ini itu dulu, tapi coba cari sinopsis dan review dari orang
yang sudah pernah menontonnya. Agar tidak makan kacang rasa angin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar