Seorang tuan dan nona duduk di pinggir dermaga.
Air menyiprat dan bergoyang-goyang seiring gerakan kaki mereka.
Tawa mereka bahkan mengalahkan pekikan burung pelican yang sedang mencari mangsa.
Mereka seakan tak kehabisan bahan obrolan, meski matahari mulai lelah.
Seketika mereka terdiam, menikmati angin sejuk yang menari memainkan rambut sang Nona.
Dalam hati, mereka menyampaikan ucapan selamat tinggal kepada matahari yang mulai segaris dengan laut.
"Nona, apakabar lelakimu?", tanya Tuan menghalau waktu. Dalam hati, ingin rasanya Nona memberi jawaban seperti inginnya Tuan.
Nona hanya tersipu malu sembari melontarkan tanya yang berbeda. "Apa yang akan kita lakukan sehabis ini, Tuan? Aku ingin kita masih tetap bisa bermain."
"Ya, kita bisa. Kemana Nona ingin pergi? Akan kubawa Nona mengelilingi pekarangan di desa sebelah yang ukurannya membuat kita hampir pingsan menjalaninya. Tapi pilihan yang lebih baik adalah tetap menghabiskan malam disini, bukan? Tuan masih memiliki banyak topik obrolan. Lagipula, Tuan dengar, malam nanti ada ritual yang dilakukan di tepi pantai sana. Sepertinya dermaga ini adalah tempat yang paling elok untuk melihat pemandangan tersebut."
Tanpa pikir panjang Nona menjawab, "Ya, Nona ikut Tuan. Asalkan malam ini menyenangkan". Kemudian lanjut Nona dengan lebih pelan, "Nona tidak peduli lelaki Nona yang sedang sibuk disana. Paling-paling, baru besok dia mengabarkan harinya kepada Nona."
Tuan sedikit muram. Tapi, apalah arti lambang kepemilikan, ketika Tuan bisa bersama Nona malam ini.
Ya, bagi Tuan, malam ini Tuan menang karena hadir disamping Nona.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar