... penjelasannya adalah sama dengan bagaimana kita menempatkan diri di depan orang lain.
tentu saja karena kita tahu apa yang orang lain inginkan dari kita.
ketika mereka lebih suka mendengar, maka kita akan lebih banyak bercerita.
ketika mereka adalah pendongeng yang baik, maka kita akan dengan senang hati memasang kedua kuping kita.
lain lagi ketika seseorang sedang emosional dan ingin menumpahkan kekesalannya, kita akan dengan besar hati menjadi samsak baginya, dengan mempertimbangkan alasan yang sangat rasional dari mereka.
tapi setau saya, interaksi sosial berjalan dua arah, bukan?
sehingga, akan ada masanya kita juga menginginkan orang lain untuk jadi seperti apa yang kita butuhkan.
hubungan seperti ini biasanya terjadi pada pasangan.
misalnya, kita ingin pasangan kita jadi lebih romantis, atau pengertian, atau lebih peka.
mengingat teori di atas, maka akan menjadi wajar ketika kita ingin orang lain menyesuaikan keadaan kita.
tapi saya mengingat ada teori lain yang menjelaskan bahwa "orang akan memperlakukan kita, sama seperti kita memperlakukan mereka".
ketika kita ingin dihargai, maka kita harus menghargai orang lain terlebih dahulu.
jika ingin dikasihi, maka kasihilah mereka yang pernah menyakiti kalian.
dan kalau ingin dimengerti, cobalah lebih dulu mengerti orang lain!
masalah yang sering terjadi adalah ketika kita mengatakan "saya peka, dia tidak", "saya sudah berkorban lebih banyak ketimbang dia", "saya selalu mengerti dia", atau "saya sudah sangat ber-empati kepada masalahnya"; dan rekan lainnya juga mengeluhkan hal serupa.
saya tidak tahu persis ada dimana akar permasalahannya, namun cobalah mulai berkaca.
berkaca dari diri sendiri!
sudahkah kalian benar-benar melakukan apa yang kalian katakan?
dan tentunya bukan tentang kuantitas, melainkan kualitas.