"Apa yang akan terjadi kalau Pak Ahok dipenjara ya?".
Pernah dulu sekali terlintas dipikiran gue, kalau Pak Ahok dipenjara, kemudian semua orang dengan etnis Tionghua akan memutuskan untuk pergi dari Indonesia (karena merasa tidak aman), menjual usaha mereka dan membawa semua aset mereka, lalu hijrah ke luar negri (kemanapun itu dimana mereka merasa lebih dihargai).
Tapi akhirnya beberapa hal membuat gue merasa itu terlalu lebay. Jadi, gue menghapus kemungkinan tersebut.
Lalu sekarang, gue mendapati kemungkinan tersebut muncul lagi setelah melihat pertikaian di timeLine (iya, bacaan gue secetek itu).
Meski Line adalah bacaan yang terdengar cetek, tapi menurut gue, itu adalah dunia kecil Indonesia. Ngga bisa di generalisir sih, tapi dari situ aja gue bisa ngeliat pandangan temen-temen gue (atau temennya temen gue, atau temennya temennya temen gue) tentang lingkungan sekitar kami.
Kalo dengan orang-orang yang gue kenal aja sebegitu teganya, apalagi yang ngga kenal sama sekali yekan.
Terus di salah satu postingan, gue liat dia mencantumkan video, dimana ada beberapa orang berteriak-teriak ingin memerangi orang kafir dan mengusir orang Cina.
Meski alasannya tidak sama dengan ketakutan gue, tapi video tersebut bisa membuat kemungkinan perginya etnis Tionghua dari Indonesia menjadi lebih tinggi. Bahkan dengan alasan yang lebih buruk menurut gue.
Gue takut.
Setelah membaca beberapa opini dan googling sekilas tentang Mei 98, gue takut kalau kejadian tersebut terulang kembali. Dan mungkin, dampaknya bukan hanya kepada etnis Tionghua, namun kepada semua pemeluk agama lain yang "mereka" sebut kafir (which is gue dan keluarga gue termasuk di dalamnya).
Gue lebih takut, dengan yang akan terjadi kepada orang-orang di sekeliling gue, yang beragama sama dengan mereka yang ada di video.
Ketika ada dari kelompok mereka yang tidak mau memusuhi kami karena alasan kemanusiaan atau pertemanan, akankah mereka juga ikut-ikutan dimusuhi?
Atau akankah mereka melepaskan pertemanan dan rasa kemanusiaan ini karena adanya ancaman permusuhan dari kelompoknya?
Gue takut.
Mungkin rasa takut gue masih kecil karena gue baru melihat dunia kecil sekeliling gue. Gue tidak aware dengan dampak sosial ekonomi budaya nasionalis yang terjadi di negeri ini.
Mungkin ketika gue aware dengan itu semua, gue akan memilih pindah dan keluar dari Indonesia karena besarnya rasa takut gue.
Tapi yang jelas, gue takut.
Tulisan ini hanya opini yang nggabisa gue sebarluaskan kemana-mana. Dan ditujukan hanya untuk mengeluarkan uneg-uneg semata.
Sembari menulis ini, gue mengirimkan doa atas Indonesia, atas bangsa ini, atas rasa kemanusiaan dari setiap manusia yang ada. Namun, kehendak Tuhan yang jadi, toh? Jika Tuhan sudah berkehendak, maka jadilah.
Minggu, 14 Mei 2017
Senin, 01 Mei 2017
was ...
Aku punya teman baik.
Dulu.
Dia adalah orang yang mengerti (atau setidaknya menurutku dia mengerti) mengapa aku melakukan suatu hal.
Kemudian, tibalah saat aku pergi.
Dia tidak berkata apapun.
Aku rasa, dia tidak merasa sedih.
Atau mungkin karena dia memang kurang pintar mengungkapkan perasaannya.
Entahlah.
Lalu, kemudian sebulan, dua bulan, setahun, sekian tahun berlalu.
Aku kembali.
Dia tidak berkata apapun.
Aku rasa, dia tidak merasa senang.
Atau mungkin karena dia memang kurang pintar mengungkapkan perasaannya.
Entahlah.
Aku masih punya teman baik.
Aku harap.
Tapi sepertinya, aku salah.
Dia masih tidak berkata apapun.
Atau mungkin karena dia memang kurang pintar mengungkapkan apa yang ada dipikirannya.
Aku rasa, waktu dan jarak sudah memisahkan kami.
Mungkin, dia masih menjadi orang yang mengerti (atau setidaknya menurutku dia masih mengerti) mengapa aku melakukan suatu hal.
Tapi aku tidak.
Aku tidak mengerti perasaan dan pikirannya.
Aku tidak tahu apa yang ingin dia sampaikan.
Aku rasa, kami sudah tidak lagi berteman baik.
Aku pikir, dialah yang pergi meninggalkanku dengan yang lain.
Aku pikir, dialah yang sudah tidak lagi mau berteman denganku.
Tapi ternyata, aku rasa, aku yang kecewa.
Karena dia sudah berubah. Aku sudah berubah.
Caranya berbicara sudah lain. Caraku mendengar pun sudah lain.
Kami kehilangan waktu untuk membiasakan perubahan ini.
Aku rasa, aku kecewa karena dia tidak berkata apa-apa.
Dan aku semakin tidak mengerti apa yang coba dia sampaikan padaku.
Yah, setidaknya aku harus bersyukur.
Karena aku masih punya teman. Titik.
Dulu.
Dia adalah orang yang mengerti (atau setidaknya menurutku dia mengerti) mengapa aku melakukan suatu hal.
Kemudian, tibalah saat aku pergi.
Dia tidak berkata apapun.
Aku rasa, dia tidak merasa sedih.
Atau mungkin karena dia memang kurang pintar mengungkapkan perasaannya.
Entahlah.
Lalu, kemudian sebulan, dua bulan, setahun, sekian tahun berlalu.
Aku kembali.
Dia tidak berkata apapun.
Aku rasa, dia tidak merasa senang.
Atau mungkin karena dia memang kurang pintar mengungkapkan perasaannya.
Entahlah.
Aku masih punya teman baik.
Aku harap.
Tapi sepertinya, aku salah.
Dia masih tidak berkata apapun.
Atau mungkin karena dia memang kurang pintar mengungkapkan apa yang ada dipikirannya.
Aku rasa, waktu dan jarak sudah memisahkan kami.
Mungkin, dia masih menjadi orang yang mengerti (atau setidaknya menurutku dia masih mengerti) mengapa aku melakukan suatu hal.
Aku tidak mengerti perasaan dan pikirannya.
Aku tidak tahu apa yang ingin dia sampaikan.
Aku rasa, kami sudah tidak lagi berteman baik.
Aku pikir, dialah yang pergi meninggalkanku dengan yang lain.
Aku pikir, dialah yang sudah tidak lagi mau berteman denganku.
Tapi ternyata, aku rasa, aku yang kecewa.
Karena dia sudah berubah. Aku sudah berubah.
Caranya berbicara sudah lain. Caraku mendengar pun sudah lain.
Kami kehilangan waktu untuk membiasakan perubahan ini.
Aku rasa, aku kecewa karena dia tidak berkata apa-apa.
Dan aku semakin tidak mengerti apa yang coba dia sampaikan padaku.
Yah, setidaknya aku harus bersyukur.
Karena aku masih punya teman. Titik.
Langganan:
Komentar (Atom)